Preview Novel
Oleh: ARLEN ARA GUCI

Judul Novel : ARCA KASIH
Penulis : Norzailina Nordin
Penerbit : Alaf 21 Sendirian Berhad
Cetakan : Pertama, 2003
Tebal : 499 Halaman

Kalau saya ‘kepincut’ dengan karya-karya novelis Thriller Nomor 1 Malaysia, Ramlee Awang Murshid karena syarat konflik dan intrik itu, maka kali ini saya dibawa melankolis dalam sebuah novel percintaan dengan setting tiga negara; KL, Amerika dan UK.

Seperti umumnya karya para novelis Malaysia yang seakan tak mau lepas dari tema besar percintaan, maka di novel ke-tiga novelis kelahiran Ketari, Bentong, Pahang yang diterbitkan Alaf 21 ini, pembaca nampaknya diajak untuk merenung sejenak, apa gerangan arti cinta sebenar bagi perempuan.

Sesungguhnya tak banyak hal istimewa di novel ini. Berkisar seputar cinta yang klise. Konflik Norasikhin (tokoh sentral) dan Asmawi, Omar dan Zek serta Zuraidah seakan mewakili potret hidup wanita dan laki-laki modern masa kini. Mereka hadir dalam kemewahan hidup serta kebebasan. Dibalut intrik pengurusan bisnis perusahaan besar.

Adalah ulah sebuah meeting perusahaan yang mengetuk cinta antara Norasikhin dan Asmawi. Virus merah jambu itu terus menggerogoti sejalan waktu. Walau mula-mula Norasikhin sok jual mahal, toh lama-lama luluh juga. Sayangnya, disaat kuncup itu mekar, kehadiran Sandra—teman lamannya—seakan mencipta layu sebelum berkembang pada Norasikhin. Si penggoda, Sandra memalingkan Asmawi darinya.

Di saat hati itu beku—entah kenapa di bagian ini kok sinetron banget ya, serba ‘tiba-tiba’—Norasikhin baru nyadar kalau Asmawi mengidap penyakit Retinal Detachment, yang memungkinkan lelaki itu kehilangan penglihatan buat selamanya.

Sang penulis rupanya tak ingin peminatnya akan bersimbah air mata menamatkan novel ini. Dan, akhir cerita (ending) yang happy ending begini, memang lebih disuka sebagian pembaca daripada sad ending. Walau bagaimana, Norasikhin menerima Asmawi yang nyata-nyata pernah menorehkan luka di dalam hidupnya.

”Zek dah pergi, As! Aku tidak abang lagi...As, aku sebatang kara di dunia ini!” ratapan Norasikhin sungguh menyayat hati.

“Syy! Nora....syy! Nora?” Asmawi cuba menyedarkan gadis yang masih menyembamkan muka ke dadanya.

“Sabar, sabar...aku ada! Nora, sayangku, aku takkan biarkan kau sendiri lagi!” (hal 499, paragraf 6-8).

Apa kehadiran Asmawi sekedar mengisi ke-sebatangkara-annya, ataukah sebenarnya cinta. Sebaliknya bagi Asmawi, apa ‘mumpung’ Norasikhin sedang lara hati, ia coba memerangkap hati gadis itu (lagi).

Laki-laki memang banyak menang dalam menawan perempuan. Si perempuan, gampang banget ‘nyerah’. Mungkin sudah kodrat perempuan, yang suka bermain dan berbicara dengan bahasa hati?
Bagi yang ingin menyelami sejauh mana arti keteguhan pribadi orang yang disuka, tak salah kiranya Arca Kasih adalah salah satu jawabannya.

Menyoal pilihan diksi, penulis yang juga jago memasak ini, rasanya tak perlu disangsikan. Tangkas dan lincah. Apakah hal itu kian dikuatkan dengan kerapnya ibu berputera 4 ini tampil di berbagai media. Ya, mungkin saja. Penulis yang mengaku gemar akan film romantis ini nyaris laris manis di berbagai media cetak dan electronik. Kalau tak berbual soal karya-karyanya, tentu saja ia membocorkan rahasia resep jitu masakannya. Tentunya amatlah jarang penulis dapat melompat sebegitu hebat seperti dirinya.

Penokohan yang begitu kuat, membawa kita kepada seakan-akan para tokoh yang berkelindan di dalam novel ini ada di keseharian kita. Jelas meramu tokoh-tokoh fiksi untuk ‘hidup’ dan ada di dunia nyata, bukan perkara mudah. Tapi di tangan penulis yang telah menelorkan 22 novel ini, tokoh-tokoh itu begitu segar.

Bila saja anda membaca novel ini sembari makan boleh saja ‘sililit’ akan terjadi. Saat sang penulis ‘membawa’ pembacanya ke Amerika dan UK. Kok rasanya begitu garing ya? Sungguh saya tak merasa benar-benar ‘dibawa’ di kedua negara itu. Padahal khusus untuk UK, sang penulis bertahun bermukim di sana.

Atau, masihkah pembaca memang harus menunggu ambisi sang penulis, “menerbitkan novel best seller dan resep masakan yang nggak bakal dilupakan.” Kita tunggu!
Aha…rupanya meramu kata-kata dan meramu bumbu-bumbu tak lah semudah mengoyangkan lidah. Lalu, kepala menggangguk, ya enak!

Kalau saya pribadi, lebih terkesan pada kepiawaian penulis memulai setiap episode dengan pepatah dan peribahasa nan menawan. Di episode 1, Ia mulai dengan; Perahu bertambatan, dagang bertepatan. Selanjutnya, Jadilah teluk olakan air, Bagai uras katang-katang. Episode penutup (semua 91 episode), ia menuliskan; Genting putus, biang tembuk.

Di jaman laptop dan handphone genggam seperti sekarang, petatah petitih itu hampir-hampir pudar. Langka menemukan karya yang kaya akan peribahasa di dalamnya. Kalau pun ada, di jaman Siti Nurbaya dahulu. Padahal, peribahasa itu mencerminkan bijak bestari setiap insan. Bak kata orang melayu, Budi Bahasa Budaya kita.

Arca Kasih memang disodorkan buat pembaca dewasa, hanya saja, peribahasanya itu, membuat novel ini boleh diintip oleh pra dewasa. Hingga budi akan terasah lagi. Adakah yang lebih mahal dari pada budi?

(AaG)


Arlan Ara Guci (tengah) diapit oleh En Norden dan Ramlee Awang Murshid sewaktu majlis PAsiNo di rumah Pena akhir Julai lalu. Beliau adalah seorang penulis dari Indonesia.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati